Please...

Dear Viewers,
I shared my stories, my flash fiction, or my flash true story.
So, please do not copy what is written here. If you want to copy, please provide the name of the author and the source.

Don't be a silent reader, please!
Tinggalkan jejakmu disini ^^

Thanks ^^

Kamis, 07 April 2011

Aarrgghh...It's Shoking day!


“Arrgghh! Kenapa nggak ada yang ingat ulang tahunku??? Huhuhu...” Aku berteriak membuyarkan keasyikan bergosip teman-temanku.
                “Ada apa sih? Gituan kok di pikirin?” Reko menjawab acuh tak acuh.
                Aku sakit hati mendengar jawabannya.
                “Ihh, nyebelin sih Reko?” Aku merajuk dengan nada manja sambil menggeplak bahunya kencang-kencang. Memang makhluk satu ini yang nggak ketolongan nyebelinnya.
                “Aku ingat kok, Nda...” Riris menjawab dengan nada lemah lembutnya. Biasanya dia anak yang paling diam di kelas. Untuk membuat dia berada diantara kita yang senang bergosip saja sudah menjadi mukjizat yang harus di rayakan tujuh hari sembilan malam, apalagi sekarang dia mau angkat bicara dan dia mengingat ulang tahunku! Aihh, senangnya hati!
                “Really? Aaaahhh, Riris memang baik. Nggak kaya anak-anak yang lain. Huft, aku benci kalian!” Aku memang mengatakan ‘benci’,  tapi bagi mereka yang sudah kenal aku, pasti mereka tahu apa maksudnya. Maksudnya aku ingin mereka mereka memahami perasaanku, aku ingin mereka ingat ulang tahun saja. Itu saja. Simpel bukan?
                “Ihh, Nda kok gitu sih? Kaya anak kecil tahu nggak?” Sissy menjawab dengan agak ketus.
                Aku nggak mau ambil pusing.
                Lalu Riris melanjutkan tentunya dengan nada yang lemah lembut khasnya, “ Iya, aku inget kok, Nda. Tanggal 30 Februari ‘kan?”
                Aku speechless.....


Dua hari lagi alias lusa alias hari Rabu besok adalah hari yang spesial bagi aku. Tapi sepertinya nggak buat anak-anak yang lain. Huhuhu. Aku sedih banget.
Aku pulang sekolah sambil bawa hati aku yang lagi dongkol abis. Mereka bisa-bisanya nggak tahu hari ulang tahunku. Bahkan saat aku ngambek tadi pagi, mereka juga nggak berusaha minta maaf atau minimal tanya kapan sebenarnya ulang tahunku.
“Aku pulang, mah.” Aku mencari-cari mamah. Saat aku masuk ke dapur, aku melihat mamah sedang mencicipi sesuatu yang sedang di masaknya.
“Mah? Tumben mamah masak?” Aku berjalan ke sebelahnya.
“Memangnya mamah nggak boleh masak?” Mamah menjawab sambil menatapku sepintas.
“Ya, eh, nggak gitu...” Aku takut menyinggung perasaan mamah.
“Biasanya ‘kan mamah selalu main ke rumah temen atau temen mamah yang main ke sini. Ada apa, mah? Apa Tante Sopha mau main ke sini lagi?” Aku bertanya dengan nada yang tenang sebisa mungkin. Mana bisa aku tenang kalau Tante Sopha akan datang?
Tante Sopha memang tidak datang, tapi, sebagai gantinya anaknya yang akan datang untuk mengantarkan barang pesanan mamah yaitu Vaccum Cleaner yang di pesan di toko milik Tante Sopha.
Huft, aku buru-buru menyusun ulang rencanaku sore ini. Jangan sampai aku bertemu atau minimal bertegur sapa dengan anaknya itu. Aku tidak kenal dengan anak Tante Sopha. Tapi, aku memegang prinsip: Like Mother Like Son. Buktinya aku.
Mamah adalah anak semata wayang dari kakek dan nenek. Jadi ibu sangat di manja dan ibu tipe orang yang semua keinginannya harus di turuti. Yah, nggak beda jauh sama aku lah. Jadi, kesimpulannya, menurutku anaknya pasti nggak beda-beda jauh dari tante Sopha.
Aku langsung mengambil tasku sembarangan. Entah apa yang aku bawa di dalam tas itu. Aku langsung naik ke atas sepedaku dan bermaksud menggayuhnya ke rumah Reko. Yah, aku memang sedang sebal dengannya, tapi, aku lebih baik ke sana ketimbang harus berdiam di rumah. Apalagi dengan tamu yang ‘mana tahan’.
Aku masuk ke rumah Reko dan di sambut oleh Ethan, angjing peliharaan Reko. Aku masuk ke ruang keluarga, tempat Ibu Reko biasa menonton televisi. Tapi, di sana aku tidak hanya mendapati Ibu Reko, tapi juga Riris. Ada apa nih?
Aku nggak tahu apa yang terjadi sama hati aku. Tapi aku ngerasa ada yang aneh waktu lihat Riris sama Ibunya Reko akrab banget. Aduh, Tuhan....Ada apa ini?
Aku menghancurkan rencanaku sendiri. Aku langsung pulang begitu melihar Riris di rumah Reko dan pulang ke rumah. Sekarang, persetan aku akan bertemu dengan anaknya Tante Sopha atau tidak. Aku Cuma ingin bertemu dengan mamah dan bercerita, dan menanyakan, ada apa dengan aku sebenarnya?
Begitu sampai di rumah dengan sepeda yang kukayuh cepat, aku langsung mendobrak pintu dan berlari ke arah mamah.
“Mamah! Huhuhuhu.”
“Hush, nggak sopan ada tamu kok mewek begini?”
“Masa’ Riris tadi ada di rumahnya reko. Trus-trus-trus dia kelihatan akrab gitu sama ibunya. Ihh, mereka kaya orang pacaran aja deh.” Aku terus nyerocos tanpa memedulikan teguran mamah.
Lalu mamah sepertinya berusaha bersikap bijaksana,” Ya mungkin mereka memang beneran pacaran kali... Kenapa kamunya yang ribut begitu?”
“Nah, itu dia, mah!” Mamah kaget dengan suaraku yang keras,” Kenapa yah aku ngerasa aneh waktu ngelihat mereka berdua sedekat itu ya?”
“Hahaha. Ya itu karena kamu biasanya lihat mereka sebagai temen. Tapi, barusan kamu lihat mereka sebagai pasangan. Orang itu kelihatan beda waktu sama temen atau pacar. Gitu...” Mamah usai mengungkapkan teorinya.
“Ohh, gitu ya, mah?”
“Iya...”
“Iya juga, yah. Selama ini ‘kan kita selalu main sama-sama. Jadi, begitu liat mereka pacaran, aku ngerasa beda aja. Hehehe.” Aku mulai tenang. Setidaknya persahabatan kami tidak akan bubar gitu aja.
“Makanya, kamu cari pacar, dong. Segede gini masih kaya anak kecil gitu...” Mamah menyentuh hidungku dengan sayang.
“Hahaha. Pacar? Nanti-nanti, deh!” Aku mengibaskan tanganku di depan wajah. Aku masih berpikir kalau urusan cinta itu ribet.
Aku baru merasa capek setelah tadi mengayuh sepeda kencang-kencang dari rumah Reko dan nyerocos panjang –lebar-tinggi-pendek sama mamah. Aku merasa haus dan kakiku pegal. Aku duduk di sofa ruang keluarga dan meminum jus jambu yang ada di meja. Isinya tinggal setengah.
Aku memejamkan mataku dan tiba-tba berpikir, jus jambu itu punya siapa yah?
“Ha-hai!”
Astaga! Mungkin dia anaknya Tante Sopha.
“Mamaaahhh!” Cowok itu kaget. Mamah berlari dari ruang tamu setelah menutup pintu waktu aku sampe di rumah.
“Ada apa, sayang?” Mamah panik.
Aku menunjuk ke arah cowok itu. Sepertinya dia mendengar pembicaraanku dengan mamah tadi. Ya ampun! Malu sekali.
Lalu, apa itu? Dia menatapku intens. Sedikit berkedip. Apa dia nggak bisa memejamkan matanya ya? Tapi, kenapa dia senyum-senyum gitu? Uh-oh, senyumnya...
“Oh, si Milo...” Aku melotot dengan nada bicara mamah yang tenang,” dia baru balik dari German loh.” Mamah seperti sedang promosi.
Dia? Kenapa mamah bicara seperti teman lama? Oh, astaga! Sepertinya kejutan hari ini tiada hentinya, Tuhan...
“Milo?”
“Aku kangen kamu, gendut!!!” Cowok yang bernama Milo itu tersenyum manis sekali. Dia, teman lama yang paling baik.

By : Yolanda Yoe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thankyou for reading


sincerely,
Mensiska J. Suswanto