Please...

Dear Viewers,
I shared my stories, my flash fiction, or my flash true story.
So, please do not copy what is written here. If you want to copy, please provide the name of the author and the source.

Don't be a silent reader, please!
Tinggalkan jejakmu disini ^^

Thanks ^^

Kamis, 03 Maret 2011

Kopi Darat


Pernah nggak kamu merasakan perasaan seperti ini? Rasa aman, senang, banggak ketika kita berpikir ada orang di luar sana, di bagian bumi sana, yang sedang mencari kita. Dan yang perlu kita lakukan adalah menunggunya dengan setia. Aku sedang memikirkannya sekarang. Aku berpikir betapa beruntungnya aku kalau orang yang mencintaiku dengan sepenuh hati adalah orang yang baik, perhatian dan menghormatiku. Tentu aku juga akan baik kepadanya dan menghormatinya pula.
                Kau tahu kenapa aku berpikir begitu? Karena aku....sedang PATAH HATI!!! Sedikit cerita, semuanya selesai bahkan sebelum kami memulainya. Dia kepincut dengan perempuan lain yang gebetanku baru mengenalnya. Mereka pertama kali bertemu ketika aku dan gebetan sedang jalan-jalan di mall. Ketika itu, ada bazar besar-besaran laptop. Aku berencana membeli laptop, makanya, aku mengajak gebetanku ke sana, untuk melihat-lihat. Namun, ketika aku sedang asyik-asyiknya melihat-lihat laptop, gebetanku malah kecantol sama mbak-mbak penjaga counter laptop! What a bad day, huh? Aku kalah sama mba-mbak bersanggul persis seperti penjaga kasir di supermarket!
                Tapi, ya sudahlah... Untuk apa aku terus bersedih? Mempertahankan lelaki yang bahkan tidak menghormatiku? Untuk apa aku membuang airmataku untuk lelaki yang mudah berpaling? Iya, ‘kan? Kini aku akan bangkit, aku mau membuktikan pada ‘mantan calon pacar’ku, bahwa aku, Andreanastashia Bambang Djatmicko tak butuh waktu lama untuk melupakan lelaki macam dia.
                Aku rajin mengikuti acara kontak jodoh, chatting dengan orang-orang baru di yahoo maupun di facebook. Dua jejaring sosial ini memang banyak penggunanya. Makanya, dalam waktu singkat, teman dunia mayaku bertambah banyak sekali. Senangnya. Dari foto-foto mereka, aku menyeleksi mereka. Mana yang pantas jadi teman chatting, mana yang pantas di ajak kopi darat dan mana yang pantas untuk di pertmbangkan jadi calon pacar.
                Namun, setelah hampir dua bulan aku berjuang dan berusaha, hasilnya NIHIL! Nggak ada yang oke dan sesuai dengan tipeku. Yang ada hanya lelaki gombal, genit, malas, bau, jorok, nggak pernah mandi, suka ngupil sembarangan, hobi kentut, makannya seperti babi nggak pernah di beri makan dan masih banyak sifat-sifat aneh lain. Akhirnya, aku menyerah, gals.
                Aku memutuskan berhenti ikutan acara kontak jodoh dan sementara waktu tidak mau membuka account facebook dan yahoo-ku. Malas aku lama-lama dengan mereka semua. Bertemu dan berbicara menggunakan webcam memang awalnya menyenangkan. Tapi, sungguh hanya AWALNYA saja. Lama-lama terasa juga jarak yang terbentang. Aku dan mereka memiliki topik pembicaraan yang beda. Malas aku, berhubungan dengan teman yang tidak aku kenal dengan baik dan bertemu saja tidak pernah.
                Aku keluar dari warnet setelah selesai menge-print tugas kuliah karena printer di rumahku macet. Mungkin perlu di bawa ke tukang servisnya sekali lagi. Biar genap 15 kali servis dan aku akan mendapatkan harga spesial untuk servis berikutnya. Hahaha.
                Aku berburu lari ke tempatku memakirkan motor. Saking terburunya aku menjatuhkan lembar-lembaran karya tulisku di jalan. Karya tulis itu belum aku jilid sehingga berterbangan. Aku panik dan segera memungutnya agar tidak kotor atau terinjak orang lewat. Kertas itu jumlahnya banyak sekali. Ada 50 halaman! Jadi, pasti membutuhkan waktu cukup lama. Makanya, saat kulihat ada lelaki yang simpati kepadaku, aku langsung menyuruhnya membantuku.
                “Mas, bantuin dong. Banyak banget nih! Keburu keinjak sama orang yang lewat.” Aku memohon.
                “Ya sudah. Kamu ambil yang terbang kesana. Aku ambil yang di sini.” Jawabnya sambil berjongkok memunguti kertas-kertas.
                “Wahh, makasih ya, Mas!” Aku buru-buru mengejar-ejar kertas yang berterbangan. Ada yang terbang ke atas pohon, ke genting, ke tengah jalan ( lebay! ).
                Akhirnya, setelah lari-lari ke sana-sini, karya tulisku selamat. Hanya ada beberapa yang kotor, tak apa. Aku tinggal menjilidnya di fotokopian dekat perempatan. Tapi, sebelum itu, aku harus berterima kasih kepada mas-mas yang tadi.
                Aku menghampirinya. Ia sedang mengobrol dengan penjaga warnet. “Mas, makasih ya udah mau bantuin saya.”
                “Oke. Sama-sama.”
                “Lho, kok mukanya kayak saya pernah liat? Dimana ya? Apa kita pernah ketemu, mas? Atau muka mas yang pasaran? Eh, jangan marah lho mas. Saya bercanda.”
                “Iya. Muka saya memang pasaran kok. Kemarin baru saya beli di pasar.” Jawabnya seraya tersenyum.
                Melihat senyum itu, aku teringat, “ Wah, mas yang namanya Hendri ‘kan? Hahaha. Saya ingat sekarang.”
“Lama nggak on?”
                “Iya. Capek saya mantengin layar laptop mulu. Hehe.”
                “Ke cafe itu, yuk!” Hendri menunjuk dengan jarinya cafe yang terletak di sebelah warnet sekitar 2 meter.
                “Kopi darat, nih?” Aku tersenyum ke arahnya. Seraya beranjak dari tempatku berdiri dan berjalan di sampingnya menuju cafe yang di maksud.
                Kini aku menemukan orang itu. Orang yang telah lama mencari dan aku menunggunya dan memikirkannya. Kuharap, dia juga merasakan yang aku rasakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thankyou for reading


sincerely,
Mensiska J. Suswanto