Please...

Dear Viewers,
I shared my stories, my flash fiction, or my flash true story.
So, please do not copy what is written here. If you want to copy, please provide the name of the author and the source.

Don't be a silent reader, please!
Tinggalkan jejakmu disini ^^

Thanks ^^

Jumat, 21 Januari 2011

Cinta di Persimpangan Jalan

Kau tak tau betapa indahnya dunia saat ia menatapku untuk pertama kali. Di persimpangan dekat rumahku. Matanya yang sendu. Rambutnya yang hitam.
Seharian itu aku terus terbayang olehnya. Bagaimana jadinya kalau ia nanti menyapaku dan mengajakku berkenalan? Aku terus tersenyum sepanjang perjalananan pulang kerumah. Inilah cinta pertamaku. Cinta yang berawal dari tatapan mata di persimpangan jalan. Hihihihihi.... mungkin begini rasanya orang yang sedang jatuh cinta!
Esoknya kulewati jalan itu lagi untuk berangkat ke sekolah. Tepat ketika di persimpangan jalan, aku tersenyum melihatnya sedang duduk membisu memperhatikan kendaraan yang berlalu-lalang dihadapannya.
Uwaaaaa, matanya yang bersorot tajam, kaos putihnya yang terlihat lusuh, tubuhnya yang jangkung, dan aku baru sadar, kulitnya yang putih semakin menambah daya tariknya.
Setiap pagi aku melihatnya, membuatku selalu bersemangat kesekolah. Bagaimana tidak? Aku melihat cinta pertamaku menatapku sambil berharap-harap cemas kalau suatu ketika ia akan memanggilku dan mengajakku berkenalan. Betapa aku mengharapkannya saat-saat itu akan segera tiba. Aku mohon Tuhan, percepat saat-saat yang aku dambakan itu datang!
Rasa ini semakin berkembang sampai suatu ketika aku melihat keramaian dan berbagai macam bunga ditaburkan tepat dipersimpangan jalan, tempat biasa aku melihat ‘pria bermata sendu’ itu.
Baru kusadari bahwa cinta pertamaku itu tidak ada ditempat biasa aku melihatnya. Aku segera menghampiri mereka yang berkerumun. Kutanyakan untuk apa mereka melakukan ini semua, berdoa dan menaburkan bunga.
Sedetik kemudian ada sesosok yang memperhatikanku. Diujung jalan sana, tak jauh dari persimpangan jalan. Kuperhatikan sosoknya yang semakin memudar.
Jantungku benar-benar terasa sakit ketika mendengarkan jawaban dari seorang ibu yang ikut menaburkan bunga. Hari ini, tepat 40 hari atas kepergiannya. Baru kusadari bahwa yang kulihat hanyalah bayang-bayang atas ketidakrelaannya untuk pergi.

Empat puluh hari yang lalu seorang pria memakai kaus putih mengendarai motor dengan kecepatan sedang. Ia mengurangi kecepatan ketika hendak membelok ke arah kanan. Tapi dari arah berlawanan muncul mobil sport yang melaju dengan kecepatan penuh. Dan kecelakaan pun tak bisa dihindari.
×××
Esoknya, hari Rabu. Tepat tujuh hari sejak aku bertemu dengan ‘pria bermata sendu’ itu. Sengaja aku berangkat lebih pagi dari biasanya untuk melihat tempat kepergiannya. Disini, untuk pertama kalinya aku bertemu dengannya, disini ia menghembuskan nafas untuk terakhir kalinya.
Baru selangkah aku meninggalkan tempat itu, kulihat sebuah bayangan yang begitu cepat. Ia ada disana. Aku merasakannya. Dan ia tersenyum untukku. Untukku seorang.


[Johana_Yoe]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thankyou for reading


sincerely,
Mensiska J. Suswanto