Please...

Dear Viewers,
I shared my stories, my flash fiction, or my flash true story.
So, please do not copy what is written here. If you want to copy, please provide the name of the author and the source.

Don't be a silent reader, please!
Tinggalkan jejakmu disini ^^

Thanks ^^

Sabtu, 05 Maret 2011

Sejuta Maafku... [MALE VERSION]



Tatapan matamu... Isakkan tangismu... Dan sebelah tangannmu yang menutupi wajahmu yang murung. Aku tau ini menyakitkan buatmu... Aku tau ini menyedihkan... Tapi kumohon mengertilah, ini keputusanku...
Kau katakan bahwa kau selalu ingin bersamaku. Tapi aku ingin mendengar kalimat itu bukan darimu. Aku memang egois. Aku tak pernah memikirkanmu. Ini benar-benar tak adil buatmu. Maaf...
Hanya kata maaf yang bisa kuucapkan. Aku tak pintar menghibur seseorang. Apalagi seseorang yang baru kusakiti. Aku hanya akan menyakitimu. Maaf...
Sejak awal kau sudah tau perasaanku padanya. Aku bercerita banyak padamu. Kutumpahkan semuanya padamu.  Tapi, sekarang aku benar-benar mengerti dan merasakan apa yang kau rasakan saat ini.  Aku mencintai saudara kembarmu, dan aku menyakitimu—temanku selama hampir tiga tahun.
Dan aku benar-benar merasa jijik pada diriku sendiri! Betapa pengecutnya diriku!
Aku hanyalah lelaki bodoh yang menyukai seseorang  yang takkan pernah mengetahui perasaanku—karena aku dan dia memang tak saling mengenal. Kau pasti juga merasa bodoh waktu kau menyadari bahwa kau menyukaiku. Dan mungkin kau merasa gila setiap kali mendengarkanku bercerita tentang dia—saudara kembarmu sendiri.
Kita bertiga adalah teman—yah, kurasa aku tak bisa menyebutnya begitu karena teman adalah yang tepat untuk aku dan kau, tidak dengannya—tetapi kenapa kita harus menodainya dengan rasa suka yang memang takkan pernah tergapai?  Kau menyukaiku, dan aku malah menyukainya—yang bahkan tak mengenalku, yang bahkan tak mengerti perasaanku. Kita benar-benar terjebak dalam cinta segitiga yang sangat rumit!
Aku—seseorang yang sangat bodoh karena menyia-nyiakan seorang teman yang sangat baik sepertimu; seseorang  yang sangat kejam karena menghancurkan hubungan persaudaraanmu dengannya.
Maaf... Hanya itu yang bisa keluar dari mulutku.
Huhh...Kau tau bagaimana ekspresi wajahnya saat aku mengatakannya? Matanya membulat manatapku bingung, bibirnya terkunci rapat. Ia hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan pelan. Aku tau ia bingung setengah mati. Selama ini, yang ia tau hanya sebatas aku temanmu. Seseorang yang selalu bersamamu.
Kurasa sekarang rasa bersalahku padamu sudah semakin berkurang. Karena aku juga merasakan apa yang kau rasa.
Sekarang aku benar-benar kesepian. Tapi apa jadinya, jika aku menerimamu, dan aku tak pernah mengungkapkan perasaanku padanya? Apa kita masih sama seperti dulu? Apa masih ada kata ‘teman’ diantara kita? Tapi aku tak mungkin mengorbankan dirimu. Maaf, aku benar-benar egois. Pantas ia menolakku. Dan aku juga sebaiknya tak bersama denganmu.

Benar-benar hampa hidup tanpa seorang teman yang telah menemaniku selama 3 tahun terakhir.  Ingin kulangkahkan kakiku kedepannya—hanya untuk memperbaiki semuanya, dan kukatakan, kembalilah seperti dulu, dan jadilah saudara yang baik untuk temanku,  aku tak apa-apa...
Dan kemudian akan kuangkat wajahku untuk menatapmu. Dan hanya satu kalimat sederhana inilah yang keluar dari mulutku : maafkan aku, tapi megertilah bahwa ini keputusanku.

Tapi saat itu tiba, kulihat tatapan matamu yang sendu, dan sebelah tanganmu menutupi wajahmu yang murung. Aku tau ini menyakitkan untukmu, maaf... aku tak memilihmu.
           
[Johana_Yoe]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thankyou for reading


sincerely,
Mensiska J. Suswanto