Sang
Penginspirasi
Untuk
seseorang yang telah menjadi inspirasiku...
Taukah kamu, bahwa aku
telah memperhatikanmu sejak pertama kali kita masuk SMA? Bahwa aku
memperhatikanmu lebih dari pelajaran apapun... Bahwa aku menginginkanmu lebih
dari apapun?
Sang Penginspirasiku, ini aku—seseorang yang telah
mencintaimu lebih dari dua tahun. Ingat? Jawabnya singkat : ya. Tentu kau
mengingatku bukan? Aku—Si gadis bodoh yang kekanakan. Kita teman sekelas saat di kelas satu—kelas
X-1.
Aku ingat, betapa konyolnya aku dulu. Demi mendapat
perhatianmu, aku melakukan berbagai hal. Mencoba mengajakmu berbicara, ribut
dengan teman saat pelajaran, atau bahkan menjadikanmu sebagai bahan lawakan.
Tetapi aku hanya mendapat senyuman maut itu.
Tapi, itu cukup buatku.
“Heii, tang! Coba deh tanya nyokap lo, lo dikasih nama
‘Bintang’ pasti karena loe gelap kan? hehehe.” aku setengah berteriak dari
tempat dudukku. Hari itu aku menggodai temanku—Bintang yang sedang duduk di
dekat dengan Si Inspirasi. Sedikit
banyak pastinya aku akan mendapat perhatiannya.
“Kecut! Loe ngeledek gue?”
“Nggak kok, gue cuma nanya. Abis kayaknya loe keberatan nama.”
“Nggak kok, gue cuma nanya. Abis kayaknya loe keberatan nama.”
Sesisi kelas tertawa, menyetujui
banyolanku karena Bintang memang hitam. Sepintas kulihat Si Inspirasi menoleh
kearahku dan tersenyum. Aku tahu, ia menyetujuiku juga, sama seperti yang lain.
Sang Penginspirasiku, kumohon, lihatlah aku—seseorang
yang telah menunggumu sepanjang waktu. Menantimu di gerbang sekolah hanya agar
kita dapat melewatinya bersama. Tetapi, jika kau telah mendahuluiku, aku akan
berlari dibelakangmu...
Aku cukup senang dengan hal itu. Karena dengan begitu,
secara tidak langsung kita sudah pulang bersama bukan?
Sang Penginspirasiku, jangan pergi, tetaplah disini, dan
mendekatlah. Aku lelah mengejarmu. Kini, biarkan aku berhenti sejenak dan duduk
menantimu
Ingin aku mendapatimu menoleh dan menjemputku disini—di
tengah jalan menuju impianku. Meski aku tau—sangat tau—itu tidak akan pernah
terjadi.
Aku
ingat, dulu saat pelajaran Bahasa Indonesia, saat kau membuat kalimat motivasi
untukmu sendiri dan membacakannya di depan kelas, kau bilang bahwa ‘nothing impossible’ tapi, untuk yang
satu ini, aku tau dan sangat yakin, bahwa ada sesuatu yang tidak mungkin—dirimu.
Sang
Penginspirasiku, lihatkah kamu saat aku menunggumu di depan gerbang sekolah
setiap paginya, hanya untuk melewatinya bersamamu? Setiap pagi, aku berangkat
lebih pagi dari yang lainnya hanya untuk menunggumu disana. Karena hanya dengan
begitu kita bisa berangkat sekolah bersama.
Dengan
itu juga aku tau, kau akan sampai disekolah pukul tujuh kurang lima belas
menit. Dan, secara tidak langsung juga, aku mengetahui kebiasaan-kebiasaanmu
yang lainnya saat aku memperhatikanmu dari kejauhan.
“Pagiii...”
aku mendapati diriku menyapanya dulu. Dia yang sedang berjalan melewati gerbang,
menoleh kearahku.
Astaga,
senyuman itu lagi!!
“Pagi, classmate!”
“Pagi, classmate!”
Aku
cukup senang. Ya, setidaknya ia mengingatku sebagai teman sekelasnya... Ini
sudah kemajuan yang sangat luar biasa untuk hubungan kami. ‘Kami’? Stop it, Pauw! Berhenti membayangkannya, karena dia tidak
mungkin tergapai!
Sang
Penginspirasiku, mengertikah kamu, bahwa rasa ini sulit untuk ditepiskan? Meski
berbagai cara telah kulakukan untuk mengingkarinya. Tetapi selalu saja gagal.
Karena hati ini telah menentukan pemiliknya.
Sang
Penginspirasi... kaulah pemenang atas hatiku. Kau menawarkan pesona yang sulit
untuk kutolak. Kau bagaikan matahari yang menghangatkan pagiku, kau seperti
asupan gizi yang kubutuhkan, dan kau adalah inspirasiku.
Sang
Penginspirasku, kaulah motivasiku untuk berangkat kesekolah. Kau adalah segala
tenaga yang kupunya. Dan kau membuatku bahagia dengan ini semua, dengan
cara-caramu menangkap basahku yang sedang memperhatikanmu.
Sang Penginspirasiku... andai kau tau, kaulah yang telah
mendorongku mencapai titik ini. Titik dimana aku akan menemukan masa depanku.
Kau yang telah menggerakan jemari ini untuk mengukir kisah diantara kita.
Karena kau adalah inspirasiku— begitu banyak dan selalu ada dalam otakku.
Tapi, kini dimana dirimu? Aku lelah menantimu di pintu gerbang,
aku lelah melihat punggungmu yang menjauh, dan aku lelah dengan segala cara
yang kulakukan untuk mendapat perhatianmu. Aku muak. Aku ingin kau melihatku
sebagai seorang wanita...
Sang Penginspirasi, jemput aku. Aku tersesat dalam
perjalananku menemukanmu. Aku ingin kau menemukanku disini yang tenggelam dalam
pesonamu. Inspirasi, tak pernah berhenti kubertanya kapan penantian ini akan
berakhir?
Inspirasi, kau tak pernah tau aku selalu menunggu hari
raya hanya untuk sekedar mengirimimu pesan. Kau juga tak pernah tau aku selalu
mencari-cari alasan yang tak masuk akal hanya untuk mengirimu pesan. Dan
bodohnya aku, aku selalu menunggumu mengirimiku pesan, meski itu hanya salah
kirim atau pesan berantai. Aku tetap menunggu...
Sampai akhirnya, hari itu aku memberanikan diri untuk
mengrimimu pesan terlebih dahulu. Hari itu adalah hari ulang tahunmu.
Happy birthday... wish you all the best ya!
Thanks pauw :D
Bisa dibilang aku lupa daratan. Aku melompat kegirangan,
melupakan sekelilingku yang mungkin saja terganggu dengan sikapku itu.
Kuambil ponselku, mengetik pesan untuk sahabatku.
Hari ini ‘dia’ ulang tahun. Aku kirimi dia
pesan. Setelah sekian lama, akhirnya dia bales, tapi cuma bilang ‘thanks pauw!’
T.T
Sekitar lima menit kemudian ponselku kembali bergetar.
Ada satu pesan masuk. Inspirasi!
Lha? Salah toh? Mintanya apa?
Aku yang lemah otak mencoba membaca kembali conversation kami di ponselku. Dan
TERNYATA pesan singkat yang seharusnya aku kirim untuk sahabatku malah aku
kirim untuknya.
Aku yang belum bisa mengembalikan diri, memutuskan untuk
membalasnya seperti ini :
Lha iya, di ucapin kok cuma gitu balesannya J
Hatiku ketar-ketir, takut ia mengetahui perasaanku.
Tubuhku melemas saking terkejutnya. Tuhan... jangan biarkan dia tau perasaanku.
Jangan sampai. Biarkan aku saja yang menanggung rasa ini.
Beberapa saat kemudian, ponselku bergetar kembali,
membangunkanku dari lamunanku tetangnya.
Wkwkwk...wahh mencurigakan :p
Tuhan, bolehkah aku sedikit berharap??
˟˟˟
Setelah sekian lama berdiam diri, aku mulai menuang
kisah-kisahku dalam organizerku. Karena takut akan kakak laki-lakiku yang suka
mengobrak-abrik isi kamarku, aku samarkan diaryku dengan kumpulan-kumpulan
cerpen. Salah satunya kisah ini, yang termasuk
isi diaryku yang terbaru.
Sang
Penginspirasiku, mungkin aku gila dengan menulis kisah ini dan membiarkan
ratusan bahkan jutaan orang mengetahui rasaku—yang kau sendiri tidak tau. Aku sengaja tidak memberitahumu, karena
awalnya kupikir, rasa ini hanya sesaat. Tapi nyatanya, rasa ini tertanam kuat
dalam sini, dihatiku.
Inspirasiku, satu hal yang kuyakini—aku mencintaimu.
Bukan rasa yang dirasakan puluhan siswi lainnya, tapi ini rasa yang berbeda,
rasa yang istimewa. Hanya dariku dan hanya untukmu. Inspirasiku, jangan biarkan
rasa ini keluar dari tempatnya. Biarkan berkembang menjadi sesuatu yang lebih
kompleks dan diyakini semua orang.
Inspirasi, tak pernah lelah kubertanya pada diriku
sendiri— kapankah hubungan ini berubah menjadi suatu yang nyata? Aku lelah
dengan segala asumsiku akan dirimu. Aku ingin nyata...
“Aku lelah...biarkan aku berhenti untuk
sejenak—menunggumu disini—yang takkan pernah menjemputku”
Andai aku dapat menutup jurang itu
dengan segala cara yang telah kulakukan ; andai kau benar-benar melihatku, andai
aku bisa mengutarakannya ; dan andai kau membalas rasaku.
Rangkaian kalimat itu bagai mantra yang selalu kuucap disetiap tidur malamku.
Inspirasiku... aku lelah menyebut namamu disetiap doaku.
Aku lelah mengharapkanmu disini. Aku lelah menunggumu. Dan, aku lelah menyebut
namamu, karena kau tak pernah menoleh.
Inspirasi, akankah
ada akhir yang bahagia bagi kisah ini?
Ketika aku melupakan segalanya—melupakan kodratku sebagai
seorang wanita, dan mungkin juga rasa maluku sudah terputus sejak pertama kali
aku mencintaimu, aku datang kehadapanmu kala itu—sore hari di sekolah yang
sepi, dan aku menyatakannya.
Inspirasi, akankah cinta ini
berlabuh pada dermaga yang indah?
Meski aku tau, cinta tak mesti
memiliki, tapi, ijinkan aku memilikinya...
Aku berjalan mendekat ke ruang XII IPA3—kelas barumu.
Samar-samar kudengar suara tawa didalam sana. Dan selangkah lagi, aku dapat
melihatmu didalam sana. Tapi, bukan itu yang terjadi. Aku melihat ada orang
lain disana—seorang gadis yang sedang bercanda denganmu dengan memegang buku
Fisika dan duduk di seberangmu.
Aku tutup daun pintu yang membatasiku dengan mereka.
Sepintas, kulihat inspirasi tersenyum samar kepadaku.
Inpirasi, kau
benar, cinta tak mesti memiliki...
˟˟˟
Biodata Penulis :
apauw dapat di hubungi di :
Facebook
: Mensiska Johana Suswanto
Twitter :
@missyoe2